BPBD Kota Cirebon

Potensi Bencana Gelombang Ekstrem/Abrasi Kota Cirebon

Posisi geografis Indonesia yang strategis, terletak di daerah tropis, di antara Benua Asia dan Benua Australia, di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dilalui garis khatulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, serta dikelilingi oleh luasnya lautan, menyebabkan wilayah Indonesia memiliki tingkat keragaman cuaca dan iklim yang tinggi.

Saat ini bencana yang terjadi semakin sering dan banyak menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Bencana yang terjadi disebabkan ulah manusia maupun alam yang membentuk kesetimbanganannya sendiri. Saat ini efek dari pemanasan global disinyalir menjadi salah satu penyebab cuaca ekstrem dan melelehnya es di kutub. Kenaikan muka air laut berdampak pada adanya abrasi dan air sungai mengalami perlambatan ketika akan menuju laut. Dampaknya adalah untuk wilayah pesisir terkadang mengalami banjir dalam waktu yang lama karena air tidak bisa masuk ke laut.

Gelombang pasang adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

Sedangkan abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cirebon telah mendata wilayah rawan gelombang ekstrem/abrasi yang dapat dijadikan sebagai acuan kesiapsiagaan. Dari 22 kelurahan di Kota Cirebon, terdapat 2 kelurahan yang pernah mengalami gelombang ekstrem/abrasi pada tahun 2017-2020 yaitu Kelurahan Kasepuhan dan Kelurahan Panjunan. Berdasarkan data yang dihimpun dari lapangan dan juga masyarakat, gelombang ekstrem/abrasi di Kota Cirebon pada tahun 2017-2020 menyebabkan ± 413 warga terdampak. Gelombang ekstrem mengakibatkan kenaikan tinggi muka air setinggi ± 3 cm dan menggenangi jalan pemukiman rumah warga setinggi 10 – 30 cm.

 

Gelombang ekstrem yang terjadi di Kota Cirebon umumnya terjadi ketika air laut pasang disertai angin kencang. Setiap tahun BMKG telah mengeluarkan imbauan mengenai prakiraan cuaca di Kota Cirebon dan persiapan yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya gelombang ekstrem dan juga abrasi. Salah satunya dengan melakukan penanaman tanaman pemecah gelombang sebagai benteng alam seperti pohon Bakau, pohon Cemara Udang, pohon Cemara Laut, serta pohon Pule di sepanjang pesisir pantai.

 

Menyikapi bencana hidrometeorologi yang masih terus terjadi, masyarakat Kota Cirebon diimbau untuk tetap waspada dan siap siaga. Kesiapsiagaan di tingkat keluarga sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menghindari jatuhnya korban jiwa, seperti segera mengamankan diri menuju ke bangunan yang kokoh, tidak berada di bawah pohon ataupun papan reklame, membungkuk memeluk lutut ke dada bila terasa petir akan menyambar, serta segera menjauhi gelombang pasang.