BPBD Kota Cirebon

Bumi (dan) Manusia

Merasa familiar dengan judulnya? Ya betul. Penulis mengadopsi judul buku karya penulis legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Buku tersebut merupakan karya fiksi yang menyuarakan gabungan isu ideologis terhadap perempuan yang memperjuangkan haknya dalam bidang ekonomi, hukum, politik, dan kehidupan sosial dalam dampak kolonialisme. Dirilis pada tahun 1980, dan 39 tahun kemudian diadopsi menjadi film dengan judul yang sama, Bumi Manusia.

Kembali ke judul opini hari ini, yakni Bumi (dan) Manusia. Sadar atau tidak, sebagai manusia yang hidup di Bumi, manusia cenderung merasa aman dan baik-baik saja dengan kondisi Bumi hari ini. Bangun pagi seperti biasa, melaksanakan aktivitas sehari-hari, berkumpul dengan keluarga, disibukkan dengan urusan publik dan domestik, berjumpa dengan rekan sejawat, tak lupa membuka media sosial untuk berbagi cerita atau menyimak kisah dari orang lain.

Bumi yang Bergerak

Hingga tiba-tiba, Bumi berguncang dengan getaran yang menghancurkan bangunan-bangunan yang berdiri di permukaannya. Para manusia berhamburan keluar gedung untuk melindungi diri dari reruntuhan. Ada yang selamat, ada yang terjebak di tengah reruntuhan, ada yang ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa, atau hilang tanpa jejak tidak bisa dicari dan diidentifikasi.

Sayangnya, tidak seperti novel Bumi Manusia yang berupa karya fiksi, peristiwa pada paragraf sebelum ini adalah kisah nyata. Di penghujung tahun 2022, terjadi peristiwa gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan magnitude 5,6. Gempa tersebut terjadi pada 21 November 2022 tepatnya pukul 13:21:10 WIB. Berdasarkan informasi yang dilansir oleh BMKG, gempa tersebut dipicu oleh patahan atau Sesar Cugenang dengan area sesar seluas kurang lebih 9 km. Pada 22 November 2022, Bupati Cianjur mengeluarkan Surat Keputusan Status Tanggap Darurat selama 30 hari, dan berakhir pada 20 Desember 2022.

Pemerintah setempat mencatat 635 orang meninggal dunia dan mengakibatkan 26.586 rumah rusak ringan, 16.058 rumah rusak sedang, dan 13.633 rumah rusak berat. Data yang berhasil dihimpun per 4 Januari 2023, terjadi 490 gempabumi susulan di Cianjur. Sungguh, bukan jumlah yang sedikit.

Kejadian gempa ini menarik perhatian banyak pihak. Berbagai lembaga filantropi menggalang dana. Semua berbondong-bondong datang ke lokasi kejadian untuk mengirimkan bantuan seperti kebutuhan pokok darurat dan obat-obatan sampai pakaian layak pakai yang pada akhirnya hanya menjadi lembaran kain terbengkalai dan menumpuk di pinggir jalan sekitar area terdampak gempa

Situasi yang tidak kondusif ini diperkeruh dengan kehadiran para penyalur bantuan yang antusias untuk mengunjungi lokasi gempa menggunakan sejumlah unit mobil. Sehingga muncul himbauan bahwa tidak perlu datang menggunakan banyak mobil untuk melihat reruntuhan dampak, karena lokasi tersebut bukan obyek wisata.

Masih di Bumi, di Indonesia bagian timur. Pada tanggal 2 Januari 2023 terjadi gempabumi di Jayapura, Papua dengan magnitude 4,9 dan kedalaman 10 km yang terjadi pada pukul 03.24 WIT. BMKG merilis bahwa peristiwa ini diikuti rangkaian gempabumi susulan yang tercatat sebanyak 1.072 kali per 9 Februari 2023 dengan 128 kejadian yang dirasakan masyarakat. BPBD Papua kemudian melakukan pendataan dan mengidentiifikasi 44 unit bangunan yang rusak akibat gempa, 15 unit rusak berat, 1 unit rusak sedang, dan lainnya mengalami kerusakan ringan.

Tak lama berselang, baru-baru ini, gempa terjadi di Turki yang dampaknya hingga ke Suriah. Gempa dengan magnitude 7,8 berpusat di utara Kota Gaziantep. Gedung yang semula berdiri kokoh, tersungkur menjadi puing-puing. Berdasarkan data yang direkap oleh Perupadata, hingga 7 Februari 2023 tercatat 2.379 jiwa meninggal dunia di Turki, dan 1.444 jiwa meninggal di Suriah. Per tanggal 11 Februari 2023 tercatat 2 WNI meninggal dunia, 1 orang hilang, dan 123 lainnya telah dievaluasi oleh KBRI Ankara. Peristiwa ini menyita perhatian banyak manusia di Bumi, berbagai pihak diberangkatkan menuju Turki dan Suriah sebagai perwakilan negaranya masing-masing termasuk Indonesia yang memberangkatkan Tim Basarnas ke lokasi kejadian tersebut.

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gempabumi (PVMBG) gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi terbagi atas 20 pecahan besar dengan ketebalannya sekitar 70km. Setiap jalur lempeng memiliki jalur temu yang disebut dengan batas lempeng. Lempeng bisa saling menjauh, saling bertumbukan, atau saling menggeser ke samping. Gempabumi terjadi akibat penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona tersebut terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Ketika elastisitas lempeng melampaui batas, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel ke segala arah yang disebut dengan gelombang gempabumi.

Seperti manusia, Bumi juga memiliki rutinitasnya sendiri. Ia berotasi pada porosnya, berevolusi mengelilingi matahari yang memakan waktu 365 hari 9 menit 10 detik yang kemudian dikonversi oleh manusia menjadi periode 1 tahun. Jangan lupa, selain berputar, pergerakan Bumi juga terjadi di bawah permukaannya. Ada lempeng-lempeng, yang terbagi menjadi patahan-patahan sesar yang membentang di seluruh penjuru Bumi. Ya, karena memang begitulah struktur Bumi, tempat tinggal manusia. Tidak ada hal yang luput dari garis lempeng ini.

Pergerakan lempeng sebagai rutinitas, tentu tidak bisa dicegah dan dikendalikan. Aktivitas lempeng Bumi hanya bisa kita rasakan kalau-kalau getarannya terasa kencang atau yang kita kenal dengan gempabumi. Maka gempabumi sebetulnya adalah fenomena alam yang timbul karena Bumi yang beraktivitas sebagaimana mestinya.

Bumi dan Manusia

Lalu, bagaimana perasaannya setelah membaca fakta ini? Manusia terkadang denial. Menyangkal. Dengan dalih bahwa kematian adalah takdir Tuhan, dimanapun dan kapanpun jika maut sudah menjemput maka tidak ada yang bisa mencegah kita. Apalagi bila penjemputan ajal terjadi saat bencana. Betul. Tapi apakah pernah membayangkan bila gempabumi terjadi, semua bangunan runtuh, orang-orang terkasih tidak ada yang selamat, hanya tinggal kita seorang diri. Ingin menyalahkan takdir? Tentu tidak mungkin.

Manusia sebetulnya bukan hidup di Bumi, tetapi hidup berdampingan dengan Bumi. Manusia adalah makhluk, Bumi juga makhluk. Bila tidak saling mengenal maka akan terjadi kesalahpahaman. Seperti memahami gempabumi. Mengutip pernyataan dari Guru Besar Fakultas Teknis Sipil dan Lingkungan ITB, Masyhur Irsyam, bahwa pada prinsipnya gempabumi tidak pernah membunuh, yang membunuh adalah bangunan yang roboh. Maka titik kritisnya adalah dengan membangun bangunan yang tidak roboh

Sudah sepatutnya setiap karya-karya manusia yang bersifat fisik harus sesuai dengan karakteristik fisik Bumi. Pastikan mendirikan bangunan di area dengan aktivitas lempeng yang sepadan dengan kekuatan bangunan. Bila menemukan daerah rawan gempabumi, maka manfaatkan sebagai lahan terbuka untuk tanaman-tanaman produktif. Bila sudah terlanjur menempati kawasan rawan gempa, maka kenali langkah-langkah mitigasi gempabumi.

Pram, dalam buku Bumi Manusia berujar “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”. Apakah kita termasuk manusia yang adil dalam berinteraksi dengan Bumi?

Oleh: Norma AG, Analis Mitigasi Bencana pada BPBD Kota Cirebon
Tulisan tersebut telah diterbitkan pada harian Radar Cirebon tanggal 15 Februari 2023.